Saat ini banyak proyek ditunda, APBN telat, semua orang dalam posisi mengencangkan ikat pinggang”, begitulah laporan dari beberapa orang tim marketing dengan nada pesimis dari beberapa propinsi.
Kebetulan saat ini, Hebat Group beroperasi di 6 propinsi, hampir 7 Propinsi, karena memang ada satu bank yang akan bergabung ke Hebat Group yang memang sedang dalam proses, tapi belum final.
“Mahasiswa kampus lain, ada yang baru mendapatkan mahasiswa di bawah 40 mahasiswa Pak…, kalau kondisi kita lebih baik Pak, tidak sampai 10 orang sudah mencapai 400 mahasiswa yang mendaftar”, ujar tim saya di Kampus AKMI BATURAJA, Sumatera Selatan, sembari menuliskan angka-angka pendaftar Mahasiswa Baru tahun ajaran ini, yang membuat miris melihatnya.
Beruntung kampus saya, penurunannya tidak sejauh kampus-kampus lainnya. Turunnya harga komoditi seperti karet, kelapa sawit dan batubara memang cukup berpengaruh terhadap rencana pendidikan dan keuangan masyarakat di daerah tersebut.
Siapapun dia, apakah seorang CEO atau pengusaha pemula, seorang birokrat, teknokrat ataupun aparat, semua pasti pernah mengalami sesuatu yang disebut sebagai krisis.
Krisis sederhana mulai dari krisis percaya diri, krisis kepercayaan hingga krisis finansial. Semua bisa dialami kapan saja, dimana saja tanpa pandang status, jabatan maupun kekayaan.
Hanya saja, reaksi setiap orang bisa berbeda-beda. Ada yang panik, grusa-grusu atau bahkan stres seakan kiamat hendak datang besok pagi. Tetapi sebaliknya sebagian kecil orang akan tenang, kalem dan tetap bertindak rasional.
Kematangan pengalaman seseorang, menentukan cara mereka bereaksi terhadap kondisi eksternal yang terjadi. Seseorang yang pernah mengalami krisis lebih hebat dari sebelumnya, Seperti krisis 1998 misalnya, tidak akan terlalu panik dengan kondisi keuangan ketat yang terjadi akibat mundurnya pencairan anggaran APBN tahun ini.
Saya sendiri, pernah mengalami krisis finansial hebat secara pribadi maupun bisnis di tahun 2005. Over investment dan minimnya aset saat itu, benar-benar membuat saya terpojok ke sudut mati. Langit terasa sangat pendek dan seakan-akan hampir runtuh di atas kepala saya.
Padahal saya sudah memiliki pengalaman menghadapi krisis, karena perusahaan saya, didirikan justru saat krisis pada pertengahan tahun 1998, beberapa bulan setelah mundurnya Soeharto, Presiden RI ke-2 dari panggung politik. Itu saja ternyata masih belum cukup membekali saya dengan kekuatan mental menghadapi krisis finansial di bisnis saya 7 tahun kemudian.
Terlepas dari krisis 2005 yang terjadi di perusahaan komputer, tahun 2008 kampus yang saya bangun di usia belia sejak 7 tahun sebelumnya, mengalami krisis hebat. Jumlah mahasiswa menurun terus, dan sudah di luar kendali. Saya yang saat itu sudah tenang-tenang tinggal di Jogja, harus turun gunung membenahi manajemen.
Hikmahnya?
Pengalaman menghadapi krisis hebat tahun 2005, mengantarkan saya pada kesadaran baru. Pribadi, bisnis maupun organisasi yang terpuruk, terhimpit dan terjepit, biasanya adalah mereka yang kurang belajar, kurang persiapan dan lengah saat kondisi normal.
Kesadaran inilah yang mengantarkan saya, belajar dari para motivator, business coach, para Master dan Trainer NLP, Hypnotherapi, praktisi bisnis, dan lain-lain.
Saya tidak memiliki keberanian, untuk menjadi dokter bagi perusahaan-perusahaan sakit, jika saya tidak pernah mengalami krisis-krisis hebat sebelumnya.
Sooo…
Anda merasakan Krisis? Anda mengalami krisis? Don’t Worry, mungkin itu hanya pertanda, Anda perlu belajar lebih banyak kepada banyak pihak. Agar kapasitas diri Anda, lebih besar dari masalah Anda.
Sooo…
Keep Fighting…
Salam Hebat
Putu Putrayasa
Business Mentor & Coach