Sebagai sosial media dengan jumlah pengguna terbanyak kedua. Twitter seharusnya menjadi salah satu pemasaran yang sangat efektif untuk mendekatkan brand dengan customernya. Namun dilansir dari laman prweek.com. Beberapa bulan terakhir ini, para penggiat PR di berbagai perusahaan berpendapat bahwa penggunaan twitter dalam kepentingan kampanye sebuah brand berkurang keefektifannya.
Seperti yang kita tahu, bahwa Twitter memiliki kelebihan dan karakter tersendiri dari berbagai sosial media lainnya. Sesuai dengan ikonnya sebuah burung yang berkicau, situs microblogging ini membatasi karakter yang digunakan oleh pengguna dalam satu twit, yakni hanya 140 karakter saja.
Twitter sangat efektif dalam membuka komunikasi dua arah melalui percakapan. Berbagai fitur yang dimilikinya sangat membantu. Bahkan Tom Edwards, Digital Strategist di Marketing Arm menyatakan bahwa Twitter memiliki fitur komentar, call to action yang cocok digunakan di sosial campaign.
Terlebih fitur Hastag-nya yang selalu menjadi sorotan, acuan bahkan menciptakan tren tersendiri di berbagai media tentang sebuah isu yang ada di masyarakat. Hal inilah yang dicoba dilakukan berbagai sosial media lainnya, namun nampaknya belum ada yang seberhasil Twitter.
Dalam 5 tahun terakhir, Twitter banyak digunakan brand atau perusahaan untuk mengumpulkan informasi, isu-isu yang sedang hangat diperbincangkan secara real-time sehingga brand dapat lebih mudah mengatur strategi atau kampanye brand tersebut.
Namun, seorang Digital Strategis di Tex100, Jeremy Wolf berpendapat bahwa kini berkicau di twitter seolah menempatkan pesan ke dalam botol. Hanya dibutuhkan waktu setengah detik. Dan Tweet yang baru saja kita kirim akan bergulir bahkan hingga laman paling bawah, sehingga peluang untuk mendapatkan perhatian sangat kecil. Meskipun masih mungkin diusahakan, namun effortnya menjadi lebih besar.
Parahnya lagi, meski Twitter mencatatkan jumlah pengguna kedua terbanyak di dunia. Namun baru-baru ini Chris Sacca, investor Twitter menyatakan bahwa ada hampir 1 milyar orang yang mencoba menggunakan Twitter namun tidak pernah kembali menggunakannnya, terdiri dari akun fake, anonim hingga akun yang tidak aktif lagi. Sehingga tersisa hanya 302juta pengguna aktif perbulan di seluruh dunia.
Hal ini membuat berbagai brand mulai berpikir ulang mengenai keefektifan Twitter bagi kampanye mereka. Dikatakan oleh Thomas Gensemer, Stratgegy Officer di Burson-Masteler bahwa Twitter lebih efektif untuk mendapat data stream daripada media campaign. Informasi yang didapatkan di Twitter masih sangat berguna untuk materi kampanye di sosial media lain atau berbagai platform media lainnya.
Menanggapi hal itu, Twitter pun tidak tinggal diam dan segera berbenah diri. Isu yang berbedar mengatakan bahwa telah dilakukan rapat para shareholder dimana salah satu keputusannya ialah mengangkat kembali Jack Dorsey menduduki kursi CEO dan diharapkan melakukan berbagai gebrakan baru di Twitter.
Nah bagi Anda yang menggunakan Twitter sebagai chanell pemasaran maupun Branding. Bagaimana Anda menanggapi isu tersebut?