Suatu siang, di sela kebutuhan mencari berbagai referensi untuk keperluan pekerjaan, tanpa sengaja saya menemukan tulisan menarik, ulasan dari sebuah stasiun TV internasional ternama mengenai wawancaranya dengan salah satu orang terkaya di dunia, Warren Buffet. Hal yang membuat mata saya tidak sekadar melirik kutipan wawancara tersebut adalah karena Buffet menyinggung soal investasi yang dimulai sedini mungkin, yaitu sejak kanak-kanak.
Secara gamblang Buffet menyebutkan, “Anjurkan anak anda untuk berinvestasi.”
Ia membeli saham pertamanya pada umur 11 tahun dan sekarang ia menyesal karena tidak memulainya dari masih muda.
“Dorong Anak Anda untuk mulai belajar berbisnis.” Ia membeli sebuah kebun yang kecil pada umur 14 tahun dengan uang tabungan yang didapatinya dari hasil mengirimkan surat kabar.
Saya jadi berpikir, melatih anak-anak untuk ‘melek finansial’ sejak dini? Bisakah? Jika bisa, dari mana harus memulai mengajarkan? Selama ini kita hanya tahu bahwa kemampuan anak mengelola uang adalah membelanjakan uang saku yang diberikan kepadanya. Biasanya anak akan berpikir, dengan uang 10 ribu rupiah, jajanan apa saja yang akan dibeli. Akan tetapi, nasihat Buffet tadi lagi-lagi membuat saya harus berpikir kembali mengenai pendidikan finansial sejak dini.
Dulu, ada teman sekolah saya yang gemar menjual kembali mainan atau barang yang telah dibelinya. Dan entah kenapa, teman-teman pun selalu tertarik pula untuk membeli mainan atau barang tersebut. Dari mulai stiker, penghapus, tempat pensil, hingga buku gambar. Dan teman saya itu mendapatkan selisih dari harga jual barang-barang tersebut. Entah dari mana ia mencontoh hingga dapat melakukan hal tersebut.
Dan, entah ada kaitannya atau tidak, teman sekolah saya itu kini memang berprofesi sebagai pebisnis. Apa saja barang yang ia pegang bisa ludes habis terjual, baik sebagai reseller, dropshiper, atau produsen langsung. Mau tidak mau nasihat Buffet tadi mengingatkan saya tentang kisah teman kecil saya ini.
Bila ingin diambil benang merah, sangat masuk akal apa yang dikatakan oleh Buffet bahwa melek finansial bisa diajarkan bahkan ditanamkan sejak dini. Sepertinya tidak perlu malu untuk mengajarkan anak berdagang. Membawa kue atau makanan ringan yang bisa dititipkan di kantin sekolah untuk dijual. Bukan semata-mata untuk menghasilkan uang, bukan pula berarti kita adalah keluarga tidak mampu yang mengharuskan anak ikut mencari uang. Hal itu lebih kepada pendidikan finansial sejak dini. Uang hasil penjualan tadi pun bisa kita kembalikan lagi ke anak, untuk membeli kebutuhan mereka atau apa pun yang mereka inginkan. Pelajaran yang ditanamkan adalah manisnya pencapaian yang bisa dimiliki atas hasil jerih payah sendiri.
Sunti Melati,
Penulis, Sekretaris STIEBBANK