Ketersediaan hunian bagi masyarakat khususnya yang berpenghasilan rendah masih menjadi pekerjaan rumah besar di Indonesia. Pemerintah sendiri sejak 2015 melakukan berbagai terobosan penyediaan perumahan lewat program sejuta rumah.
Memuluskan program tersebut, pemerintah tak sendirian. Untuk urusan penyediaan rumah, sejumlah besar pengembang dilibatkan salah satunya gabungan perusahaan pengembang yang tergabung dalam Realestat Indonesia (REI).
Sepanjang 2018 REI telah membangun sebanyak 394.686 unit rumah rakyat di seluruh Tanah Air terdiri dari rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebanyak 214.686 unit dan rumah komersial bawah dengan kisaran harga Rp 200 juta hingga Rp 300 juta sebanyak 180.000 unit.
Realisasi pembangunan rumah REI ini meningkat dibandingkan capaian pada 2017 dengan total sebanyak 376. 290 unit, yang terdiri dari rumah bersubsidi untuk MBR sebanyak 206.290 unit dan rumah komersial (nonsubsidi) sebanyak 170.000 unit.
Ketua Umum DPP REI, Soelaeman Soemawinata mengungkapkan jumlah rumah yang terbangun sepanjang 2018 tersebut belum termasuk rumah komersial di segmen menengah atas di Jabodetabek dan kota-kota besar di seluruh Indonesia yang mayoritas memang dibangun oleh pengembang anggota REI.
Dia mengakui, pendataan rumah-rumah komersial (nonsubsidi) terutama di daerah memang mengalami kendala karena pengembang tidak memberikan laporan pembangunan kepada Sekretariat DPP REI.
“Meski begitu, dengan angka 394.686 unit rumah terbangun di 2018 itu saja sudah menunjukkan bahwa kontribusi REI dalam Program Sejuta Rumah sepanjang 2018 hampir mencapai 40% dari realisasi keseluruhan Program Sejuta Rumah yang dilaporkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebanyak 1.132.621 unit,” ungkap Eman, Rabu (23/1/2019).
Di 2018, Jawa Barat dan Jawa Timur menjadi dua daerah dengan pembangunan rumah bersubsidi terbanyak, masing-masing 31.858 unit dan 29.653 unit. Disusul Sumatera Selatan, Banten, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Meski pemerintah sudah melakukan banyak terobosan untuk mendorong pembangunan rumah bersubsidi, Eman menyebutkan masih banyak persoalan di lapangan yang menghambat pasokan rumah rakyat, terutama kendala perizinan dan ketersediaan lahan di daerah.
Meski pemerintah pusat sudah menerbitkan sejumlah regulasi untuk penyederhanaan dan kemudahan perizinan seperti PP 64 tahun 2016, namun diakui kondisi di mayoritas daerah belum banyak berubah.
“Masalah klasik lain adalah harga lahan untuk rumah MBR yang terus meningkat, sehingga untuk mengimbangi harga lahan yang mahal, REI berharap adanya kenaikan harga rumah bersubsidi,” papar Eman.
REI juga berharap pemerintah senantiasa mendukung bisnis properti secara konkrit terutama terkait perizinan di daerah, karena terbukti industri ini dapat menjadi stimulan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor riil.
Merujuk riset yang dilakukan Universitas Indonesia (UI), sedikitnya ada 174 industri ikutan yang dipengaruhi kondisi sektor properti.
Sementara mengenai target pembangunan rumah di 2019, menurut Eman, REI tahun ini akan membangun sekitar 430.000 unit rumah yang terdiri dari 230.000 unit rumah bersubsidi dan 200.000 unit rumah komersial bawah dengan kisaran harga Rp 200 juta hingga Rp 300 juta per unit.
“Selain rumah bersubsidi, tahun ini kami akan genjot juga pembangunan rumah komersial bawah dengan harga di bawah Rp 300 jutaan yang menyasar kelompok milenial. Asalkan tidak ada kebijakan yang mengganggu pasar, kami yakin target tahun ini dapat tercapai, terlebih melihat kebutuhan masyarakat yang besar di kedua segmen tersebut,” ujar dia.
Berdasarkan data PPDPP, dari total 11.568 pengembang rumah subsidi di seluruh Indonesia, sekitar 5.014 pengembang diantaranya adalah pengembang REI.
source:
https://finance.detik.com/properti/d-4398343/tantangan-penyediaan-sejuta-rumah-di-2019