Sedang trend: selfie. Selfie digambarkan sebagai aktivitas memotret diri sendiri. Umumnya memotret wajah. Sedikit spesifik, wajah dengan ekspresi tertentu: senyum, bengong, serius, dll. Sedikit khusus pula, biasanya berlatar belakang tempat tertentu.
Saking populernya, Oxford Dictionary sudah memasukkan lema selfie ke dalam kamus bahasa Inggris. Begini bunyinya. Selfie (noun; pronunciation: /ˈsɛlfi/): A photograph that one has taken of oneself, typically one taken with a smartphone or webcam and uploaded to a social media website.
Jadi semakin populer karena beberapa tokoh dunia pun gemar melakukannya. Sebut saja Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Paus Franciscus, bahkan Presiden Jokowi. Di luar mereka, artis dan masyarakat pengguna gadget sudah menjadikan selfie sebagai semacam budaya pop baru.
Secara psikologis, selfie mengafirmasi kecenderungan manusia untuk mengagumi dirinya sendiri. Selfie dekat dengan sikap narsistis. Dekat, tidak sama persis. Sikap narsistis menekankan pada aspek mengagumi diri sendiri—dengan atau tanpa memotretnya. Sedangkan selfie fokus pada aktivitas yang dibingkai dalam batas foto dan berbagi ke media sosial.
Bagaimana jika diterapkan dalam tulisan? Tentu menarik. Pada dasarnya, orang juga suka menulis tentang dirinya sendiri. Orang lebih suka menceritakan dirinya sendiri daripada mendengarkan cerita orang lain. Ini kecenderungan dasar.
Dalam waktu bersamaan, logikanya, orang lain tidak mau membaca tulisan yang berbicara tentang penulisnya saja, bukan? Bisa jadi begitu. Tulisan yang sekadar bercerita tentang penulisnya tidak menarik bagi pembaca, kecuali jika penulis memang orang yang sedang diburu cerita tentang dirinya. Jika tidak pasti langsung ditinggalkan.
Bagaimana juga jika diaplikasikan dalam tulisan bisnis? Ini peluangnya. Banyak profil usaha yang diunggah di website dan sosial media tidak tersaji secara cakep. Jika tidak sangat datar, kebalikannya, sangat narsistis.
Selfie writing, dengan beberapa modifikasi, dapat menolong. Sebagaimana selfie photopraph, selfie writing juga mensyaratkan adanya aktivitas memotret sendiri figur bisnis secara menarik, informatif, dan proporsional. Foto selfie, jika hanya menampilkan wajah, selain miskin informasi juga menjemukan. Perspektifnya perlu diperluas ke sudut-sudut yang tak terjangkau mata telanjang supaya informasi yang disajikan menarik. Tulisan selfie, dalam bisnis, tak sekadar menampilkan nama usaha, produk/jasa yang disediakan, target pasar, dan data standar lainnnya, melainkan wajib menggiring pembaca menyelami dunia di seputar bisnis yang ditampilkan: humanismenya, lingkungannya, value-nya, dll. Selfie writing, pebisnis senang, pelanggan kenyang.