“Tenang, jangan gaduh. Harus tertib dan patuh peraturan. Kita sedang di jalan raya. Jalan ini dipakai banyak orang. Jangan sampai mereka terganggu gara-gara kita. Kalau kamu nggak mau tertib, pulang saja!”
———-
Kira-kira waktu menjelang pukul lima sore. Matahari sudah tak terlalu terik. Namun seperti biasa, lalu lintas jalanan masih sangat padat. Maklum, pada jam itu adalah waktunya orang-orang selesai bekerja dan akan pulang ke rumah.
Dari kejauhan saya melihat segerombolan anak-anak SMA sedang berkonvoi. Sebagian besar dari mereka masih berseragam putih abu-abu. Sebagian lainnya mengenakan kaos hitam. Dugaan saya, mereka akan mendukung tim sekolah mereka dalam sebuah pertandingan olah raga. Dugaan saya cukup kuat karena di masa SMA, saya pun pernah melakukan hal serupa dengan yang mereka lakukan.
Benar! Ada spanduk yang direntangkan. Di sana tertulis dukungan terhadap tim futsal sekolah mereka.
Saya bisa melihat jelas karena mereka sedang berhenti di sebuah trafic light. Saya putuskan untuk berhenti sejenak dan melihat konvoi tersebut. Rasanya sangat rindu dengan kenakalan masa SMA. Dalam hati, saya memuji mereka. Jarang ada konvoi yang mau mematuhi lampu rambu lalu lintas. Secepat kilat pujian itu kembali saya cabut. Salah seorang peserta konvoi memainkan gas. Knalpotnya berbunyi cukup keras. Dia juga berteriak dengan nada menantang, “Sudah, terus saja. Nggak usah pakai berhenti.” Telinga orang-orang di sekitarnya cukup terganggu dengan suara itu. Begitu pula saya. “Huh, dasar pengacau”, gerutu saya saat itu.”
Tak disangka, seseorang yang ada di barisan paling depan di konvoi itu lalu turun dari motor. Sepertinya dia adalah pemimpin rombongan itu. Dia mendatangi si pengacau tadi dan berkata, “Tenang, jangan gaduh. Harus tertib dan patuh peraturan. Kita sedang di jalan raya. Jalan ini dipakai banyak orang. Jangan sampai mereka terganggu gara-gara kita. Kalau kamu nggak mau tertib, pulang saja!”
Suaranya cukup tegas. Tak ada perlawanan dari kawan lainnya, pun si pengacau. Hentakkan justru disambut riuh tepuk tangan dari kawan-kawan lainnya. Suasana kembali tenang dan tertib. Lampu menyala hijau dan mereka melanjutkan perjalanan dengan tetap tertib.
Pujian kembali saya ucapkan dalam hati. Rasanya sangat bangga, mereka masih sangat belia, tetapi mereka mencoba menata kenakalan-kenakalan masa SMA. Nakal, namun tidak merugikan orang lain. Saya melihat sang pemimpin konvoi mempunyai peran cukup besar. Meski mereka saat itu sedang menjadi penguasa jalan, sang pemimpin tetap mengarahkan mereka untuk tertib dan tidak merugikan orang lain.
Bayangkan jika si pemimpin juga punya niat melanggar rambu lalu lintas, apa jadinya? Merekalah calon pemimpin masa depan. Salah satu dari mereka sudah mencoba belajar menjadi pemimpin yang mengarahkan pada kebaikan. Inilah pemimpin. Teman-teman kita yang masih belia sudah berpikir maju dan mempunyai sikap kepemimpinan yang baik. Bagaimana dengan Anda? Semoga bisa menginspirasi.
Salam Hebat!