Sebagian dari kita berpendapat bahwa bersikap baik kepada sesama manusia adalah sesuatu yang alami, yang sudah bawaan dan terjadi dengan sendirinya, sehingga orang tidak merasa bahwa sikap baik tersebut perlu dipelajari. Seiring berjalan, orang mulai menyadari bahwa berhubungan dengan orang lain menjadi salah satu ‘cara’ untuk mencapai tujuan tertentu. Saat itulah orang mulai mempelajari cara berkomunikasi yang baik.
Contoh kecil, dua toko kelontong menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari dengan variasi barang yang sama lengkapnya. Letak toko tersebut berdekatan. Harga untuk tiap-tiap barang juga bervariasi, di toko 1 harga barang A lebih mahal dibanding di toko 2. Namun sebaliknya, harga barang B justru lebih murah di toko 2 dibanding di toko 1. Maka bisa dibilang, kekuatan toko kelontong tersebut setara. Akan tetapi, mengapa toko 1 kelihatan jauh lebih ramai pembeli dibanding toko 2 ?
Bila diperhatikan ternyata ada satu pembeda yang tak tampak tapi cukup dirasakan oleh para pembeli yaitu pelayanan yang diberikan. Toko yang memberikan pelayanan yang baik, ramah, dan sopan cenderung akan membuat pembeli kembali datang dan berbelanja. Bahkan, pembeli bisa tidak terlalu memperhatikan selisih harga antar kedua toko bila yang dirasakan adalah kepuasan dan rasa senang atas pelayanan yang diberikan.
Di institusi yang lebih besar, seperti hotel dan bank, pelayanan yang baik atau dikenal dengan excellent service menjadi standar operasional yang harus dilaksanakan oleh seluruh karyawan. Tidak terkecuali, dari general manager hingga satpam. Ada satu kejadian menarik yang pernah dialami oleh rekan saya. Suatu hari, rekan saya tersebut harus menghadiri undangan meeting dari koleganya. Kebetulan, meeting tersebut diadakan di sebuah hall di hotel berbintang yang cukup berkelas. Tidak mengetahui seluk-beluk hotel tersebut, rekan saya sempat kesulitan menemukan hall yang dimaksud. Saat mencari, ia bertemu dengan seorang cleaning servis di salah satu koridor, ia pun menanyakan dimakahhall yang ia cari. Cleaning servis tersebut segera menghentikan pekerjaanya dan mengantarkan rekan saya tersebut ke hall yang dimaksud. Masalah teman saya pun terpecahkan.
Setelah usai meeting, ada satu hal yang menjadi pertanyaan bagi rekan saya. Mengapacleaning servis tadi menghentikan pekerjaanya dan mengantar dirinya ke hall yang ia cari? Bukankah dengan menjelaskan dan menunjukkn arah sudah cukup membantu. Rekan saya bisa mencari dengan bantuan keterangan tersebut, sang cleaning servis tadi juga bisa tetap melanjutkan pekerjaanya. Belakangan rekan saya tahu bahwa hotel tersebut melarang karyawannya untuk ‘menunjuk’. Jadi, mangangkat tangan dan menunjuk-nunjuk dengan jari dianggap hal yang tidak sopan, terutama bila dilakukan di depan tamu. Maka jika ada kejadian seperti yang dialami rekan saya, karyawan yang kebetulan ditanyai arah harus mengantarkan tamu tersebut ke ruangan yang dimaksud. Terjawablah sudah rasa penasaran teman saya. Timbul juga rasa kagum bahwa hotel tersebut sungguh sangat memperhatikan pelayanan prima bagi para tamunya.
Dari sini kita tahu, sikap dan cara berbicara dengan orang lain sungguh berpengaruh dengan kesan yang akan diingat oleh lawan bicara kita. Maka, hati-hatilah dengan siapa Anda berbicara. Jika orang tersebut adalah konsumen, klien, atau prospect buyer Anda pastikan bahwa kesan yang dimunculkan adalah baik, bahkan excellent.
Mulailah membangun pelayanan prima untuk perusahaan yang Anda pimpin, restaurant yang Anda miliki, atau terutama untuk diri Anda sendiri dalam berkomunikasi dengan orang lain. Manusia adalah makhluk yang spesial. Lebih kenali diri Anda sebagai sejatinya manusia. Dengan demikian, Anda akan terampil untuk memanusiakan manusia sehingga jeli untuk memberikan pelayanan yang detil dan prima.
Salam Hebat!