Kepala Perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) (Budi Hanoto), mengatakan di tengah pesatnya kebutuhan bertransaksi ekonomi, ekosistem sistem pembayaran retail domestik saat ini masih relatif kompleks dan tidak efisien. Hal ini terjadi karena infrastruktur bidang sistem pembayaran masih beragam dan terfragmentasi, Atrium Hartono Mall, Sleman, DIY, Minggu 29 Juli 2018.
“Permasalahan ini muncul karena kecenderungan industri untuk membangun infrastruktur sistem pembayaran yang sifatnya ekslusif, yaitu hanya dapat melayani instrumen pembayarannya sendiri tanpa saling terhubung satu sama lain atau interkoneksi sehingga belum dapat saling melayani atau interoperating. Beragam dan terfragmentasinya sistem pembayaran ini berimplikasi pada biaya infrastrukur yang secara nasional menjadi sangat tinggi, sharing investasi antarperbankan juga sangat tinggi dan biaya-biaya juga sangat tinggi,” katanya dalam Launching Kampanye GPN.
Selain itu, menurut Budi, dengan tidak adanya interkoneksi atau interoperating, nilai tambah sistem pembayaran juga akan rendah. “Jadi, kurang memberikan daya dukung pada pembangunan ekonomi nasional. Kondisi tersebut tercermin antara lain dari fee biaya transaksi di Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. Bayangkan, merchant discount rate di Indonesia itu sekarang 1,6 % sampai 2,2 % setiap kali transaksi, sedangkan di negara ASEAN yang sudah menerapkan Gerbang Pembayaran Nasional itu berkisar sekitar 0,2 sampai 1 %. Biaya transaksi yang tinggi tersebut kurang kondusif untuk pelaksanaan program-program pemerintah dalam hal ini seperti gerakan nontunai dan keuangan deposit seperti penyaluran bantuan sosial nontunai,” bebernya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sebut Budi, Bank Indonesia dan perbankan nasional meluncurkan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) pada 3 Mei 2018 yang lalu. GPN adalah suatu sistem yang mengintegrasikan berbagai instrumen-instrumen dan kanal pembayaran secara nasional. Manfaat GPN, yaitu kenyamanan, fleksibilitas, dan efisiensi transaksi.
“Masyarakat tidak perlu mencari mesin-mesin edc dari bank yang sama, katakanlah yang BCA harus ke edc BCA, itu tidak perlu. Semua kartu yang diterbitkan oleh domestik dapat ditransaksikan dalam satu mesin edc. Jadi, kalau pergi berbelanja, walaupun saya dari bank A, bank B, bank C, hanya satu colok, transaksi sudah terjadi. Itu keuntungan yang pertama,” imbuh Budi Hanoto.
Keuntungan yang kedua, lanjut Budi, perlindungan konsumen akan lebih optimal. “Kartu GPN telah mengaplikasikan fitur keamanan yang berstandar tinggi, standar internasional melalui chip dan pin enam digit sehingga keamanan data nasabah terjamin dan lebih aman. Apapun kalau ada komplain, ada perlindungan konsumen,” ujarnya.
Manfaat yang ketiga, jelas Budi, adalah efisiensi bagi perbankan, terutama sharing penggunaan bersama infrastrukturnya antarperbankan menjadi lebih efisien. “Investasinya juga tidak besar seperti mesin edc atau ATM sehingga lebih efisien. Secara merata di seluruh Indonesia nanti sistemnya bisa gabung bareng. Efisiensi bagi perbankan, seluruh pemrosesan yang sebelumnya dilakukan di luar negeri sekarang dilakukan di Indonesia sehingga biaya transaksinya lebih rendah dan lebih kecil,” tuturnya.
Manfaat keempat, terang Budi, adalah peningkatan keamanan nasional dan kemandirian nasional. “Selain lebih efisien, pemrosesan transaksi di dalam negeri atau domestik juga lebih menjamin keamanan data dan informasi transaksi dan juga menciptakan kemandirian dan kedaulatan nasional yang memperkuat identitas nasional. Yang dulu itu sendiri-sendiri, bank-bank itu melakukan transaksi dan prosesnya di luar negeri oleh perusahaan penyelesaian transaksi, sekarang sudah bisa dilakukan di Indonesia,” tukasnya.
Disampaikan Budi, implementasi GPN akan dilakukan secara bertahap dimulai dari layanan kartu ATM, kartu debet dan uang elektronik di gerbang tol pada tahun 2018 ini. “Selanjutnya, nanti di tahun 2019, akan dimulai implementasi GPN untuk seluruh uang elektronik secara bertahap. Dengan layanan online payment, juga nanti ada kartu e-commerce dan kartu kredit. Target awal implementasi GPN adalah 30% dari kartu ATM, kartu debet, sudah dapat dikoenversikan menjadi kartu berlogo GPN dengan posisi sekarang 2018, jumlah kartu ATM Debet itu 184 juta kartu. Sampai akhir tahun 2018, target Bank Indonesia adalah 30 persennya. GPN adalah milik kita bersama, bukan milik BI, GPN adalah pemersatu transaski pembayaran nasional,” paparnya.
Untuk mensosialisasikan kartu berlogo GPN kepada masyarakat, saat ini sudah dilakukan kampanye Pekan Penukaran Kartu GPN di seluruh Indonesia dengan tema “GPN Sebagai Pemersatu Transaksi Pembayaran Nasional”. Pada tanggal 29 Juli 2018 kali ini telah dilakukan kampanye GPN secara serentak di 14 kota, yaitu di Yogyakarta, DKI Jakarta, Medan, Bandung, Surabaya, Manado, Denpasar, Palembang, Pekanbaru, Banjarmasin, Padang, Balikpapan, Batam, dan Cirebon.
Acara Kampanye GPN ini melibatkan perbankan, pemerintah daerah, OJK, masyarakat usaha, pelaku usaha, serta lembaga pemerintah yang turut andil dan mensosialisasikan, menyukseskan program GPN ini. Rangkaian kampanye GPN di DIY diawali dengan peluncuran kartu berlogo GPN dan penukaran kartu di Atrium Hartono Mall. Saat ini, GPN sudah diikuti oleh 9 bank, yaitu Bank Mandiri, Bank BCA, Bank BNI, Bank BRI, Bank BTN, Bank BPDDIY, Bank Permata, Bank CIMB Niaga, Bank Syariah Mandiri. Pekan penukaran kartu ATM berlogo GPN akan dilakukan lagi dengan melibatkan sebanyak 40 bank pada tanggal 30 Juli-3 Agustus 2018 di seluruh pusat perbelanjaan, kantor pemerintah daerah, kampus-kampus, dan loket bank seluruh penerbit kartu ATM di DIY. (Jat)