Seorang wanita ingin menurunkan berat badan dari 70 kg menjadi 56 kg. Ia memutuskan untuk berolah raga. Supaya lekas mendapati postur tubuh yang ideal, ia bertekad berolahraga setiap hari selama sebulan. Apa olah raga yang dipilihnya? Keren: berkuda. Alhasil, dalam sebulan, berat badan kuda tunggangannya turun 20 kg dalam sebulan.
Lelucon itu saya terima dari broadcast seorang teman. Saya tertawa. Sebentar kemudian, saya berpikir, lelucon itu tak mengada-ada.
Baik dalam bisnis maupun dalam kehidupan, banyak orang menggebu-gebu ingin mencapai impian namun tidak tepat dalam menempuh jalan untuk mencapainya. Seperti cerita berkuda di atas. Benar bahwa berkuda adalah salah satu bentuk berolah raga. Berkuda secara sungguh-sungguh juga menghasilkan keringat, yang berujung pada kesehatan. Namun, dalam konteks pencapaian impian di atas, berkuda bukan pilihan yang pas.
Dalam buku The 4 Disciplines of Executions, Chris McChesney, Sean Covey, dan Jim Huling menghadirkan pengukuran baru dalam menilai hasil usaha. Ia menamainya lead measures. Lead measures ini mereka bandingkan dengan apa yang disebut lag measures.
Menggunakan ilustrasi lelucon di atas, berolahraga merupakan lag measure untuk mencapai hasil penurunan berat badan menjadi 56 kg. Kelihatannya sudah benar, sudah efektif, sudah mengarah pada pencapaian hasil. Ya, berolahraga merupakan cara yang benar. Namun, apalagi dengan olahraga yang keliru, hasil yang diimpikan tidak bakal tercapai.
Lead measures berbicara tentang ukuran yang tepat. Bahwa hasil yang tertentu hanya bisa dicapai melalui cara yang terukur. Ukurannya pun dibatasi dengan pengertian “dalam lingkaran pengaruh”. Jika berolah raga, maka jenis olah raga yang dilakukan harus dalam takaran kemampuan yang terperinci: berapa kali, gerakannya apa, dan berapa kalori yang mau dibakar per hari.
Begitu pula dalam bisnis dan kehidupan. Kegagalan dalam mencapai tujuan kerapkali terjadi gara-gara cara mencapainya tidak terukur secara tepat dalam lingkaran pengaruh yang memungkinan. Banyak orang terjebak pada cara-cara yang “kelihatannya benar” (lag measures). Seperti dalam lelucon di awal, orang-orang bisa mengagumi si wanita tersebut karena pilihan olah raganya pada berkuda. Alih-alih tujuan tercapai, justru kudanya yang semakin sehat.
Sudahkah kita menguji lead measures bisnis dan kehidupan kita? Sudahkah hasil terperinci di masa depan kita tempuh dengan cara yang tepat dan terukur? Selamat menguji.
AA KUNTO
Dosen @STIEBBANK