Menyimak rilis data Desperindagkoptan Kota Jogja, di kota pendidikan ini tercatat 565 koperasi, dan 101 di antaranya merupakan koperasi pasif. Pemkot Jogja menyiapkan dana sekira Rp 2 miliar untuk pembinaan dan pemberdayaan koperasi. Dana tersebut diambil dari APBD dan berasal dari Kementerian Koperasi RI (Radar Jogja, 26 Februari 2013).
Timbul pertanyaan, bagaimana keadaan koperasi di kota-kota lain di DIY? Koperasi dengan filosofi solidaritas – gotong-royong dan individualitas sebagai watak integritas pribadi sebagaimana rumusan Bung Hatta, semestinya menjadi modal pendorong dan dasar semangat yang memampukan organisasi koperasi untuk mampu eksis dan berkelanjutan.
Berikut contoh koperasi yang sukses, adalah kiprah The Co-operative Group di Inggris, yaitu kelompok koperasi yang dimiliki oleh komunitas anggotanya yang berjumlah 6 juta jiwa. Bergerak dalam berbagai bidang, antara lain koperasi kebutuhan pangan, sandang, perbankan, farmasi, perumahan, investasi, travel dll (lihat www.co-operative.coop). Merupakan koperasi yang sehat dan berdaya yang menyejahterakan sebagaimana amanat dalam nilai, etika, dan prinsip yang diyakini. Dari contoh bentuk koperasi di atas, potensi peluang yang ada di DIY khususnya, dengan jumlah penduduk 3,457,491 jiwa (sensus BPS 2010), gerakan koperasi masih memiliki ruang berkiprah yang relatif besar. Utamanya peluang berkoperasi diluar sektor generik (koperasi simpan-pinjam, angkutan dan retail kebutuhan pokok) masih terbuka lebar.
Ditinjau secara konstruksional, terbentuknya organisasi koperasi memang memiliki dua sisi. Pertama, ikatan himpunan berkoperasi dapat menjadi kekuatan yang menguntungkan/positif apabila pengurus dan anggotannya mampu menjaga watak (nilai, etika, dan prinsip) dan kesadaran kolektif berkoperasi. Kedua, sebaliknya, yaitu ikatan himpunan tersebut mudah rapuh dan pecah apabila pengurus dan anggotanya tidak mampu menjaga watak (nilai, etika, dan prinsip) dan kesadaran kolektifnya.
Induk dari praktek menejemen terbaik adalah budaya pembelajar (learning). Bagi koperasi, membumikan budaya learning organization rasanya merupakan keharusan di tengah perubahan lingkungan bisnis yang demikian dinamis. Membudayakan aktivitas dan memberi ruang pembelajar bagi organisasi merupakan aktivitas yang murah dan berdampak besar. Utamanya untuk mendorong dan menciptakan kemampuan adaptif. Peningkatan kemampuan atau kapabilitas organisasi sangat penting adanya yaitu untuk menangkap setiap potensi dan peluang. Yang paling mendasar adalah pemahaman akan dinamika keinginan dan atau kebutuhan anggota, pelanggan, karyawan, dan jejaring koperasi serta lingkungan tempat koperasi tersebut berkiprah.
Agung Wijanarko, S.Sos., M.M
Dosen @STIEBBANK