“Wihh.. mas Putu… msh muda kok sudah mikirin Pensiun…hehe”, itulah kira-kira reaksi beberapa sahabat saya, 15 tahun lalu ketika saya masih berusia 23 tahun.
Tentu usia yang masih sangat muda. Tetapi saya beruntung, mendapatkan data hanya sekitar 10% saja, orang-orang yang bisa meraih pensiun impian mereka.
Lalu yang 90% kemana? Mereka ada yang meninggal terlalu muda, baik karena kecelakaan, musibah maupun karena penyakit dan kurangnya perhatian mereka terhadap kesehatan mereka. Sebagian besar justru mereka yang terpaksa bekerja lagi, tinggal hidup dari belas kasihan orang lain ataupun terpaksa bahagia dengan dititipkan di panti Jompo.
Satu dari tiga jurus yang diajarkan oleh guru saya, untuk bisa menjadi Kaya sekaligus terus mempertahankan kekayaan yang telah dibangun adalah Aset Alokasi.
“Jangan Taruh Telur dalam satu keranjang”, itulah kira-kira nasehat yang telah diberikan banyak penasehat finansial yang kepada sebagian besar orang.
Anda tentu sudah tahu lanjutannya, “Karena kalo keranjangnya jatuh, telurnya pecah semua….”. Aset alokasi tentu mirip dengan Nasehat tersebut. Hanya saja, Aset Alokasi yang dimaksud, tentu harus lebih cerdas dari sekedar “Tidak menaruh investasi dalam satu keranjang Investasi”.
Saya pribadi mengalokasikan aset dalam dua kategori besar. Yaitu “Tangible Asset dan Intangible Asset”. secara harfiah artinya Aset yang bisa disentuh, bisa dipegang dan yang sebaliknya yang tidak Bisa disentuh alias tidak bisa dipegang.
Kita membeli emas, tanah, rumah, kos-kosan, saham, reksadana, ruko, kondotel, apartemen, villa ataupun gudang termasuk kategori Tangible asset. Alasan sederhana untuk berinvestasi dalam Tangible Asset adalah karena dia mudah ditaksir nilainya, bisa dengan mudah diperjualbelikan, sehingga banyak orang mau menggantikan dengan sejumlah uang jika kita ingin melepas investasi tersebut.
Sebaliknya ketika anda bersekolah dari TK Hingga perguruan tinggi, membaca buku, kursus, mengikuti seminar, workshop, mengambil sertifikasi, membangun Network alias kawan-kawan dan partner bisnis baru, memiliki follower di twitter, pengunjung website, teman dan fanfage di facebook adalah bentuk dari Intangible asset.
Lalu bagaimana kita perlu mengalokasikan Asset? Kalau saya pribadi lebih suka berinvestasi pada Intangible asset terlebih dahulu, barulah selanjutnya kita mengalokasikannya pada Tangible Asset.
Misalnya saya memilih menginvestasikan uang saya yang masih sedikit untuk membeli buku, seminar dan sertifikasi. Lalu setelah itu, dari Knowledge, Attitude dan Skill (KAS) yang saya miliki, akan saya gunakan untuk menghasilkan pendapatan setahun saya, dalam waktu sebulan. Artinya sebelum saya memilih seminar dan workshop yang saya ikuti, saya pastikan yang akan memberi IMBAL HASIL INVESTASI yang TERTINGGI.
Sebelum saya membeli PROPERTI misalnya, Saya akan mengikuti SEMINARnya… sehingga ketika benar-benar membeli PROPERTI keuntungan saya benar-benar Maksimal. Ini jauh lebih baik daripada saya investasikan uang saya di Properti justru berakibat pada IMBAL HASIL INVESTASI YANG RENDAH bahkan MERUGI.
Kesimpulannya bagi saya. Saya berinvestasi pada KEMAMPUAN SAYA sebelum saya benar-benar MELAKUKANNYA. Investasi INTANGIBLE mendahului TANGIBLE ASSET. Itu Rumus saya, Nah bagaimana dengan anda?
Salam Hebat
Putu Putrayasa
Pemimpin Umum Harian BERNAS