Kebanyakan dari pelaku bisnis pemula atau pelaku bisnis wacana (baca: selalu ingin bisnis tapi selalu mentok di rencana) mereka kebingungan dari cara memulainya, tapi insyaaAllah, ternyata memang ini jadi kendala bersama. Kurangnya pengetahuan dan kurangnya pembimbingan dan kurangnya kepercayaan diri serta kurangnya komitmen sama diri sendiri adalah seringkali jadi hambatan dasar untuk memulai. Bagaimana cara memulainya?
Langkah pertama adalah melakukan review atau perhitungan terhadap diri sendiri. Ibaratnya sebelum kita pergi melangkah harus tahu dulu, kita lagi ada di posisi mana. Bahasa kerennya ‘where are we now’. Kita gali potensi yang ada dalam diri kita sebagai modal awal melangkah.
Kita punya pengalaman, skill, knowledge yang bisa dikembangkan menjadi usaha? Apa kita punya passion yang juga berpotensi untuk menjadi garapan usaha? Di antara skill, knowledge, passion mana yang lebih berpotensi? Sampai seberapa banyak permodalan finansial kita? Kalaupun terbatas adakah sumber permodalan lain yang bisa dikolaborasikan? Waktu, finansial dan ide usaha adalah permodalan utama dalam memulai bisnis. Kalau kita memiliki ketiganya artinya tidak ada alasan untuk tidak memulai, kalau salah satu tidak ada berarti kita harus menggandeng partner, Sudah adakah partner yang bisa kita ajak kolaborasi?
Apabila faktor-faktor internal sudah kita petakan, tinggal kita geser analisis ke arah faktor-faktor eksternalnya, misal ide usaha yang mau kita garap apa sudah ada pesaingnya? Adakah izin khusus untuk memulainya? Apabila produk berupa makanan berapa ketahananannya? Semakin banyak pertanyaan awal, akan semakin lebih memperkaya gambaran tentang diri kita dan potensi lingkungan usaha kita. Istilah keren dari langkah awal ini adalah SWOT analisys. Dengan langkah ini, kita jadi paham diri kita, potensi kita dan potensi di depan kita. Mulailah menginventaris, karena siapa tahu ternyata kita memiliki potensi yang jauh lebih besar dari perkiraan diri kita sendiri.
Langkah kedua, setelah kita tahu dan paham tentang gambaran potensi internal dan eksternal, mulailah berpikir lebih global. Kita mau ke mana? Where do you want to go? Mau main di kelas mana usaha kita, mau memasarkan dengan cara offline atau online atau gabungan keduanya. Di sini mungkin kita akan mulai menjabarkan visi dan misi dari usaha kita. Sudah seharusnya kita pensiun dari menjalankan usaha secara coboy, hajar sana sini dan berjalan apa adanya. Memang kalau secara hakikat rezeki itu sudah ada yang ngatur, tapi bukankah kita juga diberikan ruang untuk melakukan ikhtiar. Sehingga rezeki yang datang tidak sebatas yang sudah dijamin, tapi ada tambahan rezeki berupa sisi yang kita upayakan yang nilainya unlimited. Dengan rezeki yang lebih, tentunya kita juga akan leluasa untuk lebih banyak lagi menebar kebaikan.
Nah, sudah saatnya kita paham dengan business plan secara simpel. Setelah menetapkan visi dan misi, lakukan perencanaan di pemasaran, operasional, financial dan sumberdaya. Ketika jalan lebih terarah, kita akan lebih mudah menggapainya.
Langkah ketiga adalah langkah yang juga penting agar seluruh rencana usaha kita tidak menjadi sekadar wacana. Yaitu menjabarkan visi dan misi dalam bentuk strategi. Setelah tahu kita di mana dan kita mau ke mana, langkah ketiga adalah ‘how to go there’. Bagaimana untuk mencapai tujuan usaha kita? Mau online, offline, kombinasi keduanya, jual curah, eceran, jual putus, konsinyasi, sewa toko, kerjasama, atau apa pun tentunya disesuaikan dengan dua langkah pertama. Langkah ketiga ini adalah sebuah komitmen untuk melangkah. Kalau sebelumnya hanya di atas kertas, langkah ketiga adalah action. Jangan tunggu kesempurnaan, karena proses tidak butuh sebuah kondisi ideal. Proses memulai adalah sebuah upaya belajar dan keberanian melangkah. Kalaupun belum berhasil, artinya kita sedang belajar. Pengusaha yang sekarang hebat adalah pengusaha by process dan didapat bukan dengan cara instan. Mulai evaluasi, jabarkan, lakukan, jalani dan nikmati. Insyaa Allah keberkahan akan menyertai
Langkah keempat adalah ibarat kita tersesat di hutan belantara. Anggaplah kita juga sekarang tersesat di dunia wacana dan rencana tanpa langkah nyata, tentu awalnya kita harus tahu dulu di mana kita, melakukan observasi naik ke tempat yang tinggi. Setelah tahu kondisi posisi kita tentukan arah mau kemana, minimal kita cari sungai untuk memudahkan navigasi. Nah, kalau sudah ketemu sungai kita tentukan cara ke sana mau lewat mana. Kalau sudah ketemu, apa lantas selesai urusan? Tentu tidak. Setiap berjalan kita harus selalu mengontrol peta, kompas atau apa pun agar kita berjalan masih sesuai rencana awal. Jadi langkah keempat adalah melakukan kontrol, ‘how to control it’. Agar semua rencana kita sesuai dengan tujuan pertama.
Nah, keempat langkah tadi tentunya sangat sederhana untuk langsung diterapkan. Karena tiap bidang usaha, tiap pelaku usaha, tiap lokasi dan faktor-faktor lainnya tentu berbeda. Bisnis itu sangat personal, sehingga tips sehebat apa pun tidak akan pernah mampu menjadikan usaha kita lebih hebat, tanpa adanya langkah nyata berupa upaya, keringat dan pikiran. Jadikan ikhtiar kita ladang amal, sehingga setiap usaha apa pun selalu bervisi akhirat. Kenikmatan yang tidak hanya akan kita cicipi di dunia, tapi membawa kita kepada kenikmatan hakiki di tempat kita akan kembali. Seringkali kita lupa terlalu asyik membangun rumah di rantau dan lupa membangun istana di tempat kita akan kembali.