Meski selama tahun 2016-2017 pasar properti di Jawa Tengah cenderung stagnan, sebagai pembeli kondisi ini justru menguntungkan karena membuat pengusaha properti berbondong-bondong memberikan penawaran menarik.
Di tahun ini, diperkikaran industri properti Jawa Tengah akan berkembang. Hal itu ditunjang oleh meningkatnya perekonomian Jawa Tengah. Kepala Bank Indonesia Jawa Tengah Hamid Ponco Wiyono menyebutkan hal tersebut terjadi karena ekspor Jawa Tengah mengalami pertumbuhan yang dipicu oleh pemulihan ekonomi global, khususnya di negara mitra-mitra dagang utama Indonesia seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok.
Dari sisi investasi, ia menyebutkan bahwa Jawa Tengah mengalami peningkatan investasi karena pembangunan infrastruktur, dari 5,54 persen di 2016 menjadi 7,35 persen di tahun 2017.
Selain itu, prediksi optimis pasar properti di Jawa Tengah juga didorong oleh rendahnya laju inflasi. Di tahun 2017, inflasi di Jawa Tengah ada di level 0,71% month-on-month atau 3,71% years-on-years. Pencapaian ini tercatat sebagai yang terendah dalam lima tahun terakhir, setelah sempat mencapai 5,32% years-on-years. Tren ekonomi yang stabil di Jawa Tengah membuat perbankan menggelontorkan kredit sebanyak Rp254,01 triliun.
Sedangkan di Yogyakarta, pertumbuhan ekonominya didukung oleh peningkatan permintaan domestik. Pasca kenaikan UMK 2018, ada sentimen positif terhadap konsumsi rumah tangga. Sektor pariwisata dan UMKM masih akan tumbuh seiring prospek perbaikan perekonomian global dan domestik.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta Budi Hanoto pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2017 Yogyakarta menjelaskan optimismenya bahwa perekonomian Yogyakarta tahun 2018 akan tumbuh lebih tinggi, sekitar 5,2 – 5,6%. Diperkirakan tren pertumbuhan ekonomi di Yogyakarta akan berada di kisaran 5,9-6,3% hingga 2022, di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Inflasi pun diperkirakan cukup terjaga.
Di tahun 2018, ada empat tantangan yang dihadapi di 2018 di sektor properti yang juga ikut memengaruhi properti di Jawa Tengah dan Yogyakarta: backlog atau kekurangan pasokan rumah hingga 13,38 juta unit, ketersediaan lahan untuk membangun properti, regulasi pertanahan yang belum terstandarisasi di tiap daerah, serta sedikitnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang masuk kategori bankable hingga sulit mengakses pembiayaan KPR. Diungkapkan oleh Direktur Utama BTN Maryono, di tahun 2018 dana pembiayaan pemerintah untuk kepemilikan properti bagi masyarakat akan ditambah dengan menyediakan beberapa skema pembiayaan perumahan bersubsidi dan selisih bunga.
Dari penjabaran di atas, terlihat bahwa investasi bidang properti di Jawa Tengah dan Yogyakarta di 2018 terbilang positif, apalagi dengan dukungan pembiayaan dari perbankan maupun Pemerintah. Selain itu, pembangunan infrastruktur juga akan mendorong perekonomian daerah, membuat Jawa Tengah dan Yogyakarta menjadi wilayah hunian potensial di masa depan.
source: damaiputra[dot]com