Beby duduk gelisah di ruang rapat. Layar monitor berpendar dengan grafik-grafik tajam seperti bintang di malam yang gelap. Baru saja Alex membuka percakapan tentang AI yang mengubah bisnis. Alex cemas dengan masa depan bisnisnya. Kompetitornya kini bekerja dengan cepat, hanya butuh tiga jam untuk mengajukan proposal sejak mendapat brief dari pemilik proyek. Sementara Alex masih berdiskusi panjang dengan timnya, mencoba mencari cara untuk tetap relevan di tengah persaingan yang semakin ketat.
Eddy, sang konsultan, menunjukkan data dari gadget-nya kepada Alex, “Bos, Ini mungkin yang sedang terjadi. Tahun 2030, 30% pekerjaan akan digantikan AI. Kecerdasan buatan ini bisa bekerja lebih cepat dan akurat,” katanya sembari menunjukkan riset dari McKinsey. Beby terdiam, merenung. “Manusia diganti AI?” gumamnya pelan. Hari mulai senja, dan kantor semakin sepi. Beby pamit, meninggalkan Alex yang masih muram karena kehilangan proyek. Tetapi Beby tahu, masa depan ada pada mereka yang siap belajar dan beradaptasi. Seperti sinar matahari yang muncul setelah badai, AI membawa harapan baru bagi mereka yang berani berubah.
Mempelajari Bagaimana AI Mengubah Bisnis
“Kita harus bicara tentang Artificial Intelligence,” ucap Alex dengan nada tegas, memecah keheningan yang menggantung di ruangan itu. Kata-kata itu mengusik di telinga Beby, membuatnya terhenyak dari pertanyaan dalam dirinya sendiri yang belum pecah telur. AI? Sebuah teknologi yang sebelumnya hanya ia dengar dari berita atau film fiksi ilmiah kini akan menjadi bagian dari kehidupannya di tempat kerja.
“Kenapa tiba-tiba berbicara tentang AI, Pak?” tanya Beby memberanikan diri, suaranya lembut mengalun dengan nada penasaran.
Alex tersenyum, tatapan matanya berkilat dan mulai semangat. “Menurut laporan terbaru dari PwC, AI dapat meningkatkan efisiensi operasional kita hingga 30%. Ini peluang besar, dan kita tidak boleh ketinggalan. Yang disampaikan Eddy bukan berarti manusia digantikan AI. Kita sebagai manusia justru harus memanfaatkan AI,” jawab Alex, seakan melihat jauh ke depan, merangkai masa depan yang penuh harapan.
Bayangan Kekhawatiran tentang AI Mengubah Bisnis
Setelah rapat berakhir, Beby mencari Cica, manajer yang selama ini menjadi teman dekat sekaligus pendampingnya. Di sudut kantor yang sepi, Beby membuka percakapan, “Ca, apa pendapatmu tentang AI ini? Haruskah kita khawatir?”
Cica, yang biasanya gokil dan penuh tawa, kali ini tampak serius. Ia menghela napas pelan sebelum menjawab, “Beby, jujur saja, aku juga khawatir. Banyak pekerjaan rutin yang bisa diotomatisasi dengan AI. Itu artinya, beberapa dari kita mungkin akan kehilangan pekerjaan.”
“Tapi, apakah itu berarti kita hanya bisa mengikuti arus dan menerima nasib?” tanya Beby, suaranya bernada cemas. Disisihkannya dengan jemari, ujung poni nakal menjuntai di depan matanya yang bulat dan jernih.
Cica tersenyum, mencoba menenangkan temannya. “Memang, dunia terus berubah, dan kita harus beradaptasi. Tapi aku yakin kita bisa menemukan cara untuk tetap relevan. Alih-alih melihat AI sebagai ancaman, mungkin kita bisa melihatnya sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang.”
AI: Sahabat atau Musuh dalam Selimut?
Beberapa hari kemudian, Alex kembali mengadakan pertemuan untuk menjelaskan lebih jauh tentang rencana-rencananya. “Saya tahu beberapa dari kalian merasa khawatir tentang AI,” ujarnya, suaranya menggema di ruangan. “Namun, saya ingin kalian melihat AI bukan sebagai pengganti, tetapi sebagai alat yang akan membantu kita melakukan pekerjaan yang lebih berharga.”
Alex berhenti sejenak, matanya berkeliling, menatap setiap orang satu per satu, termasuk Beby. “Kita bisa menggunakan AI untuk mengotomatiskan proses-proses yang membosankan, seperti administrasi dan analisis data. Dengan begitu, kita bisa lebih fokus pada hal-hal yang memerlukan kreativitas dan inovasi.”
Beby, masih dengan sedikit rasa was-was, mengangkat tangan. “Bagaimana jika AI bisa melakukan pekerjaan lebih baik?” tanyanya, membauri udara.
Alex tersenyum, penuh keyakinan. “Itu mungkin, Beby. Tapi ingat, AI tidak bisa menggantikan intuisi manusia, kreativitas, atau empati. Itulah yang membuat kita berbeda. Tugas kita adalah memanfaatkan AI untuk memperkuat kemampuan-kemampuan itu.”
Mengarungi Masa Depan dengan AI
Penjelasan Alex seperti nyala di tengah kegelapan, membuat Beby merasa lebih tenang. Ia mulai memahami bahwa ketakutannya berasal dari kurangnya pemahaman, bukan ancaman nyata. “Mungkin kita bisa belajar lebih banyak tentang AI dan bagaimana kita bisa menggunakannya untuk kebaikan kita,” usul Beby, mulai memahami.
“Itu ide bagus, Beby,” balas Alex. “Kita bisa mulai dengan pelatihan internal tentang AI. Saya ingin semua orang di sini merasa nyaman dan siap menghadapi perubahan.”
Dengan semangat yang baru, Beby memutuskan untuk memanfaatkan setiap peluang untuk belajar tentang AI. Ia ingin memastikan dirinya bukan hanya bertahan, tetapi juga berkembang di era digital ini. Bagi bisnis, memahami dan mengadopsi AI bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. AI mengubah bisnis perusahaan lebih efisien, inovatif, dan kompetitif.
Di sela-sela pekerjaannya, Beby mulai mencari pelatihan yang bisa membantunya tidak hanya menguasai teknologi AI tetapi juga meningkatkan keterampilan komunikasi. Ia menemukan program di Adolo yang menawarkan pelatihan Training NLP Public Speaking & Communication Skill. Program ini dirancang untuk membantu individu menguasai teknik Neuro-Linguistic Programming yang dapat meningkatkan kepercayaan diri dan keterampilan komunikasi, sebuah kombinasi yang tepat untuk menghadapi tantangan di dunia bisnis yang semakin kompleks.
Dengan mengikuti pelatihan ini, Beby merasa semakin siap. Ia bukan hanya paham AI, tapi juga tahu cara menyampaikan ide-idenya dengan jelas dan meyakinkan. Dengan keterampilan baru dari pelatihan di Adolo, ia merasa lebih percaya diri mengarungi lautan teknologi. Bagi yang ingin maju di dunia yang semakin didominasi teknologi, langkah pertama adalah menerima perubahan, lalu belajar dan beradaptasi. Seperti Beby, semua tergantung pada kesiapan untuk belajar dan beradaptasi.(*)