Biarkan Teman Bercerita

Sekarang, konsumen bukan lagi raja. Sekarang, konsumen adalah teman. Dalam bisnis, komunikasi dengan konsumen pun tidak lagi searah dari satu sisi. Pelaku bisnis tidak bisa memaksa konsumen untuk menerima informasi sepihak. Teknologi telah memanjakan konsumen mendapatkan informasi dari berbagai sumber. Asyiknya, bahkan konsumen bisa memerankan diri sebagai pemasar bagi produk yang ia sukai.

Pertanyaannya, apakah sekarang posisi konsumen lebih rendah? Oh tidak. Sebagai teman, bukan raja, harapan konsumen justru lebih tinggi. Pertemanan adalah relasi yang setara, karenanya perlu sikap saling menghargai, karenanya perlu sikap saling percaya, karenanya sungkan untuk menyakiti. Unsur-unsur itulah yang kini justru menaikkan derajat bisnis pada fase yang lebih personal.

Kehadiran media sosial menegaskan perubahan budaya bisnis di atas. Pemasar terutama bagi bisnis kita adalah konsumen. Merekalah yang akan bercerita tentang kita. Hal-hal sederhana yang mereka jumpai, baca, cecap, dan bungkus akan mereka ceritakan kepada teman-teman mereka. Cerita adalah kekuatan. Mudah sekali cerita tersebar.

Nah, sudahkah bisnis kita menempatkan konsumen sebagai pemasar? Sudahkah kita merangkai cerita untuk disebarluaskan oleh teman-teman pemasar kita? Tidak sulit.

Pertama, siapkan isi yang menarik. Tetap saja, isi bisnis kita adalah jualan utama. Manfaat dan keunikan bisnis kita adalah cerita utama. Contoh: produk kita adalah buku, maka pastikan isinya bagus dan lengkap memuaskan selera konsumen.

Kedua, komunikasikan secara atraktif. Bagus dan lengkap saja tidak cukup. Pembeda dengan produk merek sebelah perlu kita formulasikan. Ceritakan secara percaya diri betapa produk kita menjawab keinginan konsumen: keinginan akan sensasi rasa mulai dari sampul, isi, hingga ilustrasi.

Ketiga, libatkan pengalaman konsumen. Kita tak bisa memaksa konsumen mengakui keunggulan produk tanpa mereka merasakan sendiri.  Kita perlu undang konsumen untuk mencicipi keunggulan produk kita: memegang, membuka, membaca, dan menyelami isinya. Pengalaman ini yang akan melahirkan inisiatif konsumen untuk menceritakan pengalamannya (lewat resensi, review produk, testimoni) kepada orang lain seolah-olah mereka yang menemukan sensasi itu. Perasaan berharga di hadapan teman-temannya inilah aspek yang perlu kita sentuh agar konsumen mewakili kehadiran kita. Apresiasi cerita mereka. Dalam bahasa media sosial “kita re-twit”, kita teguhkan.

AA Kunto

Dosen @STIEBBANK

Visited 4 times, 1 visit(s) today

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *